PENGERTIAN STRATEGI, METODE DAN TEKNIK BELAJAR MENGAJAR
Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih
untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang
meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman
belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely). Strategi belajar-mengajar tidak
hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya
materi atau paket pengajarannya (Dick dan Carey). Strategi
belajar-mengajar terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan prosedur
yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pengajaran tertentu
dengan kata lain strategi belajar-mengajar juga merupakan pemilihan jenis
latihan tertentu yang cocok dengan tujuan yang akan dicapai (Gropper).
Tiap tingkah laku yang harus dipelajari perlu dipraktekkan.
Menurut Gropper sesuai dengan Ely bahwa perlu adanya kaitan
antara strategi belajar mengajar dengan tujuan pengajaran, agar diperoleh
langkah-langkah kegiatan belajar-mengajar yang efektif dan efisien. Ia
mengatakan bahwa strategi belajar-mengajar ialah suatu rencana untuk pencapaian
tujuan. Strategi belajar-mengajar terdiri dari metode dan teknik (prosedur)
yang akan menjamin siswa betul-betul akan mencapai tujuan, strategi lebih luas
daripada metode atau teknik pengajaran.
Metode, adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat
untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar)
maupun bagi siswa (metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin
efektif pula pencapaian tujuan (Winamo Surakhmad)
Kadang-kadang metode juga dibedakan dengan teknik. Metode
bersifat prosedural, sedangkan teknik lebih bersifat implementatif. Maksudnya
merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai
tujuan. Contoh: Guru A dengan guru B sama-sama menggunakan metode ceramah.
Keduanya telah mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan metode ceramah yang
efektif, tetapi hasilnya guru A berbeda dengan guru B karena teknik
pelaksanaannya yang berbeda. Jadi tiap guru mungakui mempunyai teknik yang
berbeda dalam melaksanakan metode yang sama.
Dapat disimpulkan bahwa strategi terdiri dan metode dan
teknik atau prosedur yang menjamin siswa mencapai tujuan. Strategi lebih luas
dari metode atau teknik pengajaran. Metode atau teknik pengajaran merupakan
bagian dari strategi pengajaran.
KLASIFIKASI STRATEGI BELAJAR-MENGAJAR
Klasifikasi strategi belajar-mengajar, berdasarkan bentuk
dan pendekatan:
1. Expository
dan Discovery/Inquiry :
“Exposition” (ekspositorik) yang berarti guru hanya memberikan informasi
yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti bukti yang
mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru.
Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan
siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu, disebut
ekspositorik. Hampir tidak ada unsur discovery (penemuan). Dalam suatu
pengajaran, pada umumnya guru menggunakan dua kutub strategi serta metode
mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan metode campuran.
Suatu saat guru dapat menggunakan strategi ekspositorik
dengan metode ekspositorik juga. Begitu pula dengan discovery/inquiry. Sehingga
suatu ketika ekspositorik - discovery/inquiry dapat berfungsi sebagai strategi
belajar-mengajar, tetapi suatu ketika juga berfungsi sebagai metode
belajar-mengajar.
Guru dapat memilih metode ceramah, ia hanya akan
menyampaikan pesan berturut-turut sampai pada pemecahan masalah/eksperimen bila
guru ingin banyak melibatkan siswa secara aktif. Guru dapat mengkombinasikan
berbagai metode yang dianggapnya paling efektif untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
2. Discovery
dan Inquiry :
Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya
dengan inquiry (penyelidikan). Discovery (penemuan) adalah proses mental dimana
siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental misalnya;
mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan dan sebagainya.
Sedangkan konsep, misalnya; bundar, segi tiga, demokrasi, energi dan sebagai.
Prinsip misalnya “Setiap logam bila dipanaskan memuai”
Inquiry, merupakan perluasan dari discovery (discovery yang
digunakan lebih mendalam) Artinya, inquiry mengandung proses mental yang lebih
tinggi tingkatannya. Misalnya; merumuskan problema, merancang eksperi men,
melaksanakan eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data,
menganalisis data, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Selanjutnya Sund mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam
batas-batas tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry
adalah baik untuk siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi. DR. J. Richard
Suchman mencoba mengalihkan kegiatan belajar-mengajar dari situasi yang
didominasi. guru ke situasi yang melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar
pendapat yang berwujud diskusi, seminar dan sebagainya. Salah satu bentuknya
disebut Guided Discovery Lesson, (pelajaran dengan penemuan terpimpin) yang
langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Adanya problema yang akan
dipecahkan, yang dinyatakan dengan pernyataan atau pertanyaan
2. Jelas tingkat/kelasnya (dinyatakan
dengan jelas tingkat siswa yang akan diberi pelajaran, misalnya SMP kelas III)
3. Konsep atau prinsip yang harus
ditemukan siswa melalui keglatan tersebut perlu ditulis dengan jelas.
4. Alat/bahan perlu disediakan sesuai
dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan
5. Diskusi sebagai pengarahan sebelum
siswa melaksanakan kegiatan.
6. Kegiatan metode penemuan oleh siswa
berupa penyelidikan/percobaan untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip
yang telah ditetapkan
7. Proses berpikir kritis perlu
dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa, yang diharapkan
dalam kegiatan.
8. Perlu dikembangkan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang
dilakukan siswa.
9. Ada catatan guru yang meliputi
penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
hasil terutama kalau penyelidikan mengalami kegagalan atau tak berjalan
Sebagaimana mestinya.
Sedangkan
langkah-langkah inquiry menurut dia meliputi:
1. Menemukan masalah
2. Pengumpulan data untuk memperoleh
kejelasan
3. Pengumpulan data untuk mengadakan
percobaan
4. Perumusan keterangan yang diperoleh
5. Analisis proses inquiry.
3. Pendekatan
konsep :
Terlebih dahulu harus kita ingat bahwa istilah “concept”
(konsep) mempunyai beberapa arti. Namun dalam hal ini kita khususkan pada
pembahasan yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar. Suatu saat
seseorang dapat belajar mengenal kesimpulan benda-benda dengan jalan
membedakannya satu sama lain. Jalan lain yang dapat ditempuh adalah memasukkan
suatu benda ke dalam suatu kelompok tertentu dan mengemukakan beberapa contoh
dan kelompok itu yang dinyatakan sebagai jenis kelompok tersebut. Jalan yang
kedua inilah yang memungkinkan seseorang mengenal suatu benda atau peristiwa
sebagai suatu anggota kelompok tertentu, akibat dan suatu hasil belajar yang
dinamakan “konsep”.
Kita harus memperhatikan pengertian yang paling mendasar
dari istilah “konsep”, yang ditunjukkan melalui tingkah laku individu dalam
mengemukakan sifat-sifat suatu obyek seperti : bundar, merah, halus, rangkap,
atau obyek-obyek yang kita kenal seperti rambut, kucing, pohon dan rumah.
Semuanya itu menunjukkan pada suatu konsep yang nyata (concrete concept). Gagne
mengatakan bahwa selain konsep konkret yang bisa kita pelajari melalui
pengamatan, mungkin juga ditunjukkan melalui definisi/batasan, karena merupakan
sesuatu yang abstrak. Misalnya iklim, massa, bahasa atau konsep matematis. Bila
seseorang telah mengenal suatu konsep, maka konsep yang telah diperoleh
tersebut dapat digunakan untuk mengorganisasikan gejala-gejala yang ada di
dalam kehidupan. Proses menghubung-hubungkan dan mengorganisasikan konsep yang
satu dengan yang lain dilakukan melalui kemampuan kognitif
4. Pendekatan
Cara Belajar Stswa Aktif (CBSA)
Pendekatan ini sebenamya telah ada sejak dulu, ialah bahwa
di dalam kelas mesti terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa
(melibatkan siswa secara aktif). Hanya saja kadar (tingkat) keterlibatan siswa
itulah yang berbeda. Kalau dahulu guru lebih banyak menjejalkan fakta,
informasi atau konsep kepada siswa, akan tetapi saat ini dikembangkan suatu
keterampilan untuk memproses perolehan siswa. Kegiatan belajar-mengajar tidak
lagi berpusat pada siswa (student centered).
Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang
belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar
mereka mampu menampilkan potensi itu, betapapun sederhananya. Para guru dapat
menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada iswa sesuai dengan taraf
perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan
keterampilan keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan
mengembangkan sendin fakta dan kosep serta mengembangkan sikap dan nilai yang
dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa
belajar aktif.
Hakekat dari CBSA adalah proses keterlibatan
intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan
terjadinya:
Ø Proses asimilasi/pengalaman
kognitif, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan
Ø Proses perbuatan/pengalaman
langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya keterampilan
Ø Proses penghayatan dan internalisasi
nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap
Walaupun demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak pada
tingkat keterlibatan intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada
diri siswa yang memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan kemungkinan yang
menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan
mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi
instruksional kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan
efisien.
Dalam menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkani
menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita sebut sebagai prinsip-pninsip CBSA
sebagai suatu tingkah laku konkret yang dapat diamati. Dengan demikian dapat
kita lihat tingkah laku siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar
karena memang sengaja dirancang untuk itu.
Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai
berikut:
a. Dimensi subjek didik :
a. Dimensi subjek didik :
- Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direnca nakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
- Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
- Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang olch guru.
- Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
- Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.
b.
Dimensi Guru
- Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
- Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
- Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
- Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara, mama serta tingkat kemampuan masing-masing.
- Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c.
Dimensi Program
- Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
- Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep mau pun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
- Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
d.
Dimensi situasi belajar-mengajar
- Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
- Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.
Menurut Benjamin S. Bloom CS, ada tiga domein ialah:
1) Domein
kognitif, yang menitik beratkan aspek cipta.
2) Domein
afektif, aspek sikap.
3) Dornein psikomotor, untuk aspek
gerak.
Di samping pengelompokan (klasifikasi) tersebut di atas,
masih ada pengelompokkan yang lebih komprehensif dalam arti meninjau beberapa
faktor sekaligus seperti, wawasan tentang manusia dan dunianya, tujuan serta
lingkungan belajar. Pendapat ini dikemukakan oleh Bruce Joyce dan Marsha Well
dengan mengemukakan rumpun model-model mengajar sebagai berikut :
a. Rumpun model interaksi sosial
b. Rumpun model pengelola informasi
Rumpun model personal-humanistik
c. Rumpun model modifikasi tingkah
laku.
T.
Raka Joni mengemukakan suatu kerangka acuan yang dapat digunakan untuk memahami
strategi belajar-mengajar, sebagai berikut:
1. Pengaturan guru-siswa :
o Dari segi pengaturan guru dapat
dibedakan antara : Pengajaran yang diberikan oleh seorang guru atau oleh tim
o Hubungan guru-siswa, dapat dibedakan
: Hubungan guru-siswa melalui tatap muka secara langsung ataukah melalui media
cetak maupun media audio visual.
o Dari segi siswa, dibedakan antara :
Pengajaran klasikal (kelompok besar) dan kelompok kecil
(antara 5 - 7 orang) atau pengajaran Individual (perorangan)
(antara 5 - 7 orang) atau pengajaran Individual (perorangan)
2. Struktur peristiwa belajar-mengajar
:
Struktur peristiwa belajar, dapat bersifat tertutup dalam
arti segala sesuatunya telah ditentukan secara ketat, misalnya guru tidak boleh
menyimpang dari persiapan mengajar yang telah direncanakan. Akan tetapi dapat
terjadi sebaliknya, bahwa tujuan khusus pengajaran, materi serta prosedur yang
ditempuh ditentukan selama pelajaran berlangsung. Struktur yang disebut
terakhir ini memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut berperan dalam
menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana langkah langkah yang akan
ditempuh.
3. Peranan guru-siswa dalam mengolah
pesan :
Tiap peristiwa belajar-mengajar bertujuan untuk mencapai
suatu tujuan tertentu, ingin menyampaikan pesan, informasi, pengetahuan dan
keterampilan tertentu kepada siswa. Pesan tersebut dapat diolah sendiri secara
tuntas oleh guru sebelum disampaikan kepada siswa, namun dapat juga siswa
sendid yang diharapkan kepada siswa, namun dapat juga siswa sendid yang
diharapkan mengolah dengan bantuan sedikit atau banyak dan guru. Pengajaran
yang disampaikan dalam keadaan siap untuk ditedma siswa, disebut strategi
ekspositorik, sedangkan yang masih harus diolah oleh siswa dinamakan heudstik
atau hipotetik. Dan strategi heuristik dapat dibedakan menjadi dua jenis ialah
penemuan (discovery) dan penyelidikan (inquiry).
4. Proses pengolahan pesan :
Dalam peristiwa belajar-mengajar, dapat terjadi bahwa proses
pengolahan pesan bertolak dari contoh-contoh konkret atau peristiwa-peristiwa
khusus kemudian diambil suatu kesimpulan (generalisasi atau pnnsip-pnnsip yang
bersifat umum). Strategi belajar-mengajar yang dimulai dari hal-hal yang khusus
menuju ke umum tersebut, dinamakan strategi yang bersifat induktif.
Comments
Post a Comment